Kamis, 09 Februari 2012

Ciel In Fairyland by fanfiction

England-London, 1452
Pada zaman dahulu, ketika musim panen telah lewat dan Paskah segera tiba, hiduplah dipinggiran London sebuah keluarga kecil yang terdiri dari seorang paman, bibi, dan keponakan lelaki mereka yang masih sangat kecil. Mereka hidup bahagia dalam kesederhanaan mereka, meski mereka tak bisa dikatakan berharta banyak. Mereka bahagia dalam kebersamaan mereka.
Rumah mereka terletak diatas bukit yang sangat indah. Bunga-bunya buttercup, mawar hutan yang menguning, tulip, dan lavender senantiasa mengelilingi pemandangan mata. Bukit itu tinggi, nun jauh hingga kalian dapat melihat separuh dari hutan pinus dan cemara. Rumah itu tidaklah terlampau besarnya, berupa pondok kayu yang beratap kayu dan dedaunan. Pondok mungil itu dirambati mawar. Ramah sekali.
Paman Harry adalah petani yang menanam banyak sayuran serta bebungaan. Beliau sudah tua, dan banyak keriput dipipinya serta dahinya. Tubuhnya tegap dan tinggi, kulitnya agak cokelat terbakar matahari. Bibi Megg hampir sama tuanya dengan Paman Harry. Bibi Megg dulu adalah wanita yang cantik namun karena beliau terlalu keras bekerja, kecantikan itu segera pudar.
Mereka memiliki beberapa sapi dan ayam. Kadang-kadang kalau ada perayaan tertentu mereka akan menjual hewan-hewan itu. Namun karena ketika musim panen mereka mendapatkan hasil yang memuaskan, mereka tak perlu menjual hewan-hewan.
Dan anak keponakan mereka, Ciel. Ciel baru berumur 9 tahun. Ia anak yang amat ceria, dan manis. Rambutnya kelabu, dan matanya biru jernih. Ia sering bermain-main bersama hewan-hewan dihutan. Ia anak yang bertubuh kecil, lebih kecil dari yang seharusnya. Namun meski begitu, ketika kalian bertemu dengannya kalian pasti akan langsung menyukai anak lelaki manis tersebut.
Ia sering tidur dihutan bersama para rusa-rusa yang sudah lama mengenal Ciel. Para burung murai akan mendekat bila Ciel ada dan menyanyikan lagu. Kelinci-kelinci, dan hewan-hewan lain tak ada yang takut pada Ciel. Semuanya berteman dan sayang pada anak tersebut.
Ciel sendiri sayang pada mereka. Itu karena ia begitu kesepian tak ada orang lain dan tetangga disekitar rumah mereka. Karena itu ia hanya mengenal para binatang sebagai temannya sendiri.
Ciel anak yang yatim-piatu. Ia tak mengenal orang tuanya karena orang tuanya sudah meninggal sejak ia masih sangat kecil. Maka, Paman Harry dan Bibi Megg mengambilnya dan mengasihinya seperti anak sendiri. Karena itu Ciel tak pernah bersedih dan selalu ceria. Ia tak pernah merasakan kekurangan kasih sayang karena memiliki paman dan bibinya yang amat menyayanginya.
Suatu hari, ketika malam menjelang dan mereka bertiga duduk dalam keberkahan dimeja makan, Paman Harry berkata.
"Megg, bagaimana kalau kita berkunjung ke rumah Fanny? Sebentar lagi Paskah..." usul beliau sambil menyeruput teh hangatnya. Bibi Megg hanya tersenyum sambil membelai kepala Ciel.
"Kau mau Ciel? Kau belum pernah bertemu dengan sepupumu bukan?" tanya Bibi Megg. Ciel yang sedang memakan bubur hanya mengangguk kecil, senang.
"Kalau begitu, kita besok pagi-pagi akan berangkat!" putus Paman Harry. Dan malam itu mereka tidur cepat. Namun Ciel belum terlalu mengantuk. Karenanya ia hanya bisa duduk ditempat tidurnya yang mungil dan menatap langit malam yang terlihat sangat dekat. Seakan-akan kalau tangan kecilnya terjulur akan segera menyentuhnya. Indah sekali bintang-bintang itu.
Ciel tersenyum manis, hingga mungkin para malaikat gemas melihatnya. Dadanya berdebar-debar karena besok ia akan berpergian. Namun karena ia tak bisa tidur, nanti penantiannya akan semakin lama. Berpikir demikian membuat Ciel memaksakan diri untuk memejamkan matanya dan bermimpi indah lagi malam ini.
.
.
Keesokan paginya, mereka bersiap-siap berangkat sebelum matahari muncul. Mereka akan pergi dengan kereta kuda. Ciel begitu bersemangat. Sepanjang perjalanan, Ia begitu takjub melihat pemandangan yang belum pernah ia temui. Pepohonan yang ia lihat, bunga-bunga, danau dan sungai...ia benar-benar senang dengan semuanya. Karena itu ia sepanjang perjalanan terus mengoceh dan bertanya pada Bibi Megg.
Itu adalah perjalanan paling panjang karena harus melewati hutan-hutan dan padang yang amat luas. Karena itu mereka berhenti sementara dan tidur untuk malam ini. Kemudian, ketika pagi datang, mereka melanjutkan perjalanan yang amat melelahkan dan membosankan. Namun tidak bagi Ciel. Ia sangat senang bisa keluar dari lingkungannya, dan melihat dunia baru.
Sore harinya, mereka barulah sampai. Mereka pun berhenti disebuah desa kecil daerah Wales, dan disanalah Bibi Fanny yang mengundang mereka. Bibi Fanny melambaikan tangannya dari kejauhan, tanda kalau itu adalah rumahnya. Bibi Megg dan Ciel balas melambaikan tangannya.
Itu adalah rumah yang amat besar, terbuat dari batu-batu nan kuat. Dari cerobong asap, mengepul asap hitam tanda perapian telah dihangatkan. Rumah itu terkesan amat tua, dengan ladang nan luas dan hijau dibelakangnya. Peternakan sapi yang jauh lebih berkembang daripada milik Bibi Megg dan Paman Harry pun ada disana. Ayam-ayam dan bebek berbunyi ribut.
Rumah itu tampak sangat meriah dengan berbagai bunga-bunga dan tanaman buah. Indah sekali! Ciel langsung menyukai rumah itu.
Akhirnya, kereta mereka berhenti didepan rumah itu. Ciel mendongakkan kepalanya, menatapi ketinggian rumah tersebut.
"Bibi Megg, apa itu rumah yang akan kita kunjungi?" tanya Ciel, polos. Bibi Megg tersenyum manis.
"Benar. Nah, ayo kita turun!"
Bibi Fanny datang dan menyongsong mereka diikuti pelayan beliau. Dia berkata sambil memeluk Bibi Megg.
"Aah, lama sekali kita tidak berjumpa Meggie! Dan ini...oh, Ciel! Kau sudah besar!" seru Bibi Fanny sambil menggendong dan memeluk Ciel. Ciel hanya tersenyum malu.
"Harry apa kabar? Aduh, senang sekali kalian datang! Masuklah, pasti kalian lelah. Nah, Ciel, Bibi punya sesuatu untukmu didalam!" ajak Bibi Fanny.
Bibi Fanny adalah wanita yang amat ramah. Ia adalah kakak dari Bibi Megg. Tubuhnya gemuk, dan wajahnya selalu berwarna merah. Jalannya agak oleng namun meski begitu Ciel langsung menyukai Bibi Fanny.
Ciel juga senang berada disana. Sepupu-sepupunya ada 3 orang dan lebih tua ketibang Ciel. Sepupu-sepupu itu semuanya sayang padanya, karena anak itu begitu manis dan baik hatinya. Bibi Fanny dan Paman Henry pun menyukai Ciel dan sering memuji-mujinya.
Ciel bersama ketiga sepupunya (Adrian, James, Richard) dan juga kedua paman bibinya makan bersama malam itu. Makan besar, karena adanya perayaan Paskah yang istimewa tahun ini. Semua keluarga berkumpul dan mengucapkan doa bersama, hingga pada suatu saat dimana kebahagiaan Ciel harus musnah.
.
.
Pagi hari. Ciel bangun sejak beberapa jam yang lalu, dan langsung mandi lalu mengganti bajunya. Setelah itu, ia cepat-cepat turun untuk makan pagi karena ia tak ingin membuat paman dan bibinya serta saudaranya menunggunya terlalu lama. Makan pagi itu suasananya sama cerahnya dengan makan malam mereka. Ditambah lagi, langit tidak mendung membuat mereka bersemangat.
Selesai makan pagi, Ciel bermaksud bermain dengan saudara-saudaranya dihutan. Baik Paman Henry maupun Bibi Fanny mengatakan, jangan terlampau dalam masuk ke dalam hutan. Mereka juga berpesan, pulanglah sebelum makan siang. Dan Adrian, kakak paling tua menyanggupinya. Ia juga berjanji akan menjaga Ciel, adik paling kecil.
Mereka bermain dengan asyik dipinggiran hutan, hingga Ciel melihat sesuatu.
Seorang peri kecil, terbang melintasi wajahnya. Cantik sekali. Ia memakai baju hijau dari dedaunan dan tersenyum pada Ciel. Ciel tertegun, dan menatapi kepergian peri kecil yang menurutnya sangat menarik. Ia belum pernah melihatnya sebelumnya, dan Ciel yakin itu bukan kupu-kupu atau kunang-kunang. Ciel pun hendak mengejarnya, namun tiba-tiba sebuah tangan menahan pundaknya. James!
"Ada apa, Ciel?" tanya James. Ia heran melihat adiknya tiba-tiba tertegun seorang diri.
Ciel menoleh. Ia melihat, Richard dan Adrian juga agak cemas melihatnya yang melamun sendirian.
"Ng, tidak..."
"Kalau begitu, ayo kita main lagi!" ajak Richard. Dan mereka pun kembali asyik berkejar-kejaran sambil tertawa-tawa hingga mereka kelelahan dan beristirahat sejenak. Berbaring dibawah hangat matahari yang menyinari wajah mereka, membuat mereka benar-benar merasa nyaman hingga mereka tertidur.
Hanya Adrian. James, dan Richard yang tertidur. Ciel tidak. Ia duduk seorang diri sambil mengamati langit dan awan. Ditengah kesendiriannya, Ciel melihat peri itu lagi. Dan untuk kali ini, ia mengejarnya hingga jauh kedalam hutan. Hingga pepohonan rapat, dan sinar matahari tak bisa masuk lagi dan gelap. Semakin ke dalam, pepohonannya semakin besar dan aneh.
Sulur-sulur hijau tua bergelayutan. Bunga-bunga besar nan aneh mulai bermunculan. Ular pun mengintip anak manusia yang masih terus berlari jauh dan semakin masuk ke dalam hutan karena mengejar sang peri. Tanahnya dipenuhi semak-semak nan tinggi, hingga mencapai leher Ciel. Tumbuhan paku-paku raksasa menambah keangkeran hutan itu.
Ciel baru menyadari sekelilingnya yang sudah gelap. Ia hampir tak bisa melihat apa-apa. Dan seketika itu, Ciel mulai ketakutan. Ia mulai menangis tersedu dan mencoba berlari mencari jalan pulang. Namun sia-sia. Ia kian tersesat dan tak mengenal sekelilingnya. Maka, ia mulai menangis khawatir, takut, dan sangat cemas. Ia pun duduk disebatang pohon yang amat besar, hingga Ciel tak bisa melihat pinggirannya karena tertutup tanaman rambat aneh.
Ciel menangis terus. Ia mengusap wajahnya dengan kemeja putih miliknya. Ia amat berharap bisa melihat setitik cahaya. Hutan ini sangat mengerikan dan gelap seolah malam hari. Dan Ciel sangat takut kegelapan.
Akhirnya, harapan anak manis itu terkabul. Ketika itu, pohon yang ia sandari terbuka batangnya, membuat sebuah lubang. Lubang itu ada sedikit cahaya dan sinar. Ciel pikir, itu pastilah jalan pulangnya, lalu tanpa pikir panjang ia masuk ke dalam pohon tersebut.
.
.
Ternyata, pohon itu sebuah pintu aneh yang berlorong. Ciel terperosok, dan ia terjatuh ke dalam. Ciel berteriak ketakutan, hingga akhirnya ia mendarat disebuah semak-semak empuk. Ciel mengerang kesakitan, dan menatapi lingkungan sekitar.
Sebuah dunia aneh! Ciel belum pernah melihatnya. Dunia itu memang masih memiliki langit biru, namun...
Tanah yang Ciel pijak berupa tiramisu berbau yang amat harum. Ciel berjongkok, dan mencongkelnya sedikit lalu memakannya. Enak sekali! Dan akhirnya ia putuskan untuk pergi berjalan-jalan. Semak-semaknya berupa permen-permen berwarna-warni. Dan pepohonan berbuah cokelat, es krim, krim vanilla, pepohonan itu tidaklah berwarna hijau. Berwarna-warni seperti buahnya.
Ciel memetik sebuah daun berwarna cokelat karamel dan mencoba mencicipinya. Manis dan berasa seperti karamel pula. Tiba-tiba, Ciel menyadari ia mendengar bunyi gemuruh seperti berliter-liter air tumpah. Ciel keluar dari hutan manis itu, dan mendapati pemandangan menakjubkan kedua!
Dan saat itu, Ciel melihat sebuah air terjun yang amat tinggi, hingga seolah-olah menyentuh langit. Air terjun itu berupa cokelat cair yang berbau begitu harum. Disisi-sisi sungai cokelat itu ada batu-batuan permen lollipop. Air sungai itu mengalir lembut, dan kental. Benar-benar seperti mimpi!
Ciel pun menghampiri air terjun itu. Ia mencelupkan jarinya, dan merasai cokelat tersebut. Dan itu adalah cokelat terbaik dan terenak yang pernah ada. Ciel sangat menyukainya. Ia mengambil bunga terompet berasa permen, lalu menjadikannya cangkir untuk meminum air dari sungai cokelat murni tersebut.
Ciel takjub sekali lagi melihat pemandangan sekitarnya. Kalau ini mimpi, Ciel tak ingin terbangun lebih dahulu. Ini dunia yang penuh warna-warni cerah. Tanah berupa tiramisu, dedaunan berwarna-warni dan memiliki rasa permen yang berbeda-beda, semak berbunga lollipop kecil, pepohonan berbuah pastry, es krim, dll...
Hingga akhirnya, ia dikejutkan seseorang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar